KONSENTRASI ALA KUDA

Kuda dikenal sebagai hewan multi fungsi. Menarik dokar, alat transportasi gunung dan adu cepat di lapangan pacu bisa dilakukannya. Malah kecepatan dan kekuatan tenaganya dijadikan istilah resmi di dunia otomotif dengan sebutan ‘tenaga kuda’.

Islam begitu memberi perhatian dan sanjungan terhadap kuda. Hal ini dapat dilihat betapa banyaknya kitab-kitab dalam Bahasa Arab yang membahas tentang kuda, mulai dari sejarah, beternak, asas-usul, cara memberi makanan, teknik menunggang, keistimewaan kuda, kaedah berlomba dan lain-lain.

Di jaman Rasullullah SAW, Sayidina Ali ra telah diamanahkan untuk menjaga dan mengurus pertandingan kuda lalu beliau melantik Surqa bin Malik sebagai pembantunya.

Kuda dalam bahasa Arab disebut sebagai ‘faras’, kuda jantan ‘fahl’ atau pada umumnya disebut juga sebagai ‘al-khayl’. Didalam al–Quran ‘kuda’ disebut sebanyak 5 kali. Dalam Surah 79 dan Surah 100 disebut al-naziat, al-adiyat dimaksudkan sebagai ‘kuda’ sementara Surah 37 al-saffat, Surah 51 al-dhariyat dan Surah 77 al-mursalat dimaksudkan kepada kuda.

Kuda pertama dimiliki oleh Rasulullah SAW bernama ‘As-Sakaf’ yang beliau beli dari suku kaum Fezara. Beliau menunggang kuda ini dalam peperangan Uhud. Rasullullah SAW juga memilki seeokor lagi kuda yang bernama Sabaha dan pernah memasuki pertandingan dan menang dalam pertandingan tersebut. Kuda ketiga yang dimiliki oleh Rasullullah SAW bernama al-Murtajis.

Dan masih banyak lagi hal lainnya yang terkait dengan kuda. Namun yang jarang diperhatikan oleh kita adalah perilaku kuda ketika akan minum air kolam.

Kuda, apabila datang ke kolam yang airnya jernih ia selalu memukul-mukulkan kedua kaki depannya ke air. Ia merasa risi melihat bayangan dirinya dan bayangan-bayangan lain yang ada di sekelilingnya. Untuk minum air kolam saja ia merasa terganggu oleh bayangan. Dipukulkan kedua kaki depannya ke air bertujuan agar air menjadi keruh sehingga tidak tampak lagi bayangan-bayangan yang mengganggu konsentrasi. Dengan demikian ia akan leluasa minum sepuas-puasnya.

Itulah gambaran nyata bagi orang yang ingin khusyu dalam ibadah. Orang khusyu tidak berarti ia tidak mendengar suara, sebab telinga fungsinya untuk mendengar. Atau tidak berarti ia tidak melihat sesuatu, sebab mata fungsinya untuk melihat. Yang penting adalah bagaimana segala sesuatu yang terlintas di mata atau telinga bisa disamarkan agar hati bisa konsentrasi dalam mengingat Allah SWT.

Sangat mustahil hati bisa melakukan dua hal yang berbeda pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu agar hati bisa khusyu mengingat Allah SWT maka segala sesuatu yang akan mengganggunya harus disamarkan. Dengan demikian – Insya Allah – kita akan mampu mereguk nikmatnya ibadah dengan sepuas-puasnya.